terkinni.id – Menjelang Ujian Kemampuan Skolastik Perguruan Tinggi Korea Selatan (CSAT) atau Suneung yang akan dilaksanakan pada 13 November mendatang, para siswa dan orang tua melakukan berbagai usaha untuk menghadapi hari besar tersebut.
Menurut Institut Kurikulum dan Evaluasi Korea, pada tahun ini tercatat sebanyak 554.174 siswa akan mengikuti ujian yang dianggap sebagai momen penentu kehidupan masa depan tersebut. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ujian ini akan berlangsung selama kurang lebih 8 jam.
Para siswa Korea Selatan sendiri diketahui sangat ambisius dalam menghadapi ujian ini, bahkan mereka melakukan maraton belajar hingga larut malam. Akan tetapi, tidak hanya belajar, baik siswa maupun orang tua juga melakukan cara mereka sendiri untuk menyambut hari tersebut.
Biasanya para orang tua berupaya lewat ritual doa, seperti di Doseonsa, Seoul Utara, di mana para ibu dan nenek berkumpul untuk memanjatkan doa bagi kesuksesan anak-anak mereka. Kuil yang mereka datangi juga merupakan salah satu tempat paling populer untuk melakukan sembahyang Suneung, sebab diyakini berada di tanah dengan feng shui yang baik. Selama 100 hari menjelang ujian, para orang tua mendaki gunung setiap hari, membungkuk 108 kali di hadapan patung Buddha, dan menyalakan lilin bertuliskan nama anak-anak mereka.

Di Goesan, Chungcheong Utara, para orang tua biasanya memanggil nama anak-anak mereka sambil menyusuri jalan yang dulu dilalui oleh para cendekiawan era Joseon. Kemudian di Anseong, Gyeonggi, para orang tua menuliskan harapan mereka di pita, lalu mengikatkannya di jembatan Chiljangsa, yang konon pernah dilintasi oleh cendekiawan ternama abad ke-18, Park Moon-soo.

Lain halnya dengan para orang tua, anak-anak justru menggunakan barang-barang K-pop sebagai “jimat” keberuntungan, seperti spidol berhiaskan ucapan semangat dari para idola, photocard dengan pesan semangat dibaliknya, hingga photocard keberuntungan atau bujeok (kartu kuning yang menampilkan gambar idola favorit mereka dikelilingi tulisan merah), seperti yang digunakan para dukun Korea.



Tren membawa jimat dan alat tulis bertema K-pop sebagai ritual hari ujian telah merebak sejak awal tahun 2020-an, yang dinilai sebagai penghilang takhayul sekaligus pelepas stres. Sering kali para siswa juga memilih idola yang dikenal dengan prestasi akademis memukau dengan harapan kesuksesannya akan menular.
Lebih lanjut, antusiasme terhadap merchandise Suneung tak hanya terbatas pada K-pop. Cokelat batangan berlogo Seoul National University (SNU), roti krim berbalut merek Universitas Yonsei, dan kue kering merek Universitas Korea juga telah menjadi camilan populer. Selain itu, jaket letterman bekas dari universitas-universitas elit ini juga menjadi favorit. Dengan dipakai sebagai outfit ujian, jaket ini dipercaya dapat membawa keberuntungan.

Adapun pada hari pelaksanaan ujian, para orang tua biasanya membuatkan anak-anak mereka kue beras ketan atau chapssal-tteok hingga kotak bekal atau dosirak. Tekstur chapssal-tteok yang lengket konon memberikan makna “semoga sukses ujiannya”. Sementara itu, berbagai pihak, bahkan Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan Korea Selatan, juga sering kali ikut andil memberikan rekomendasi menu dosirak yang cocok untuk para peserta ujian.
Sebaliknya, makanan yang paling dihindari oleh peserta ujian adalah sup rumput laut atau miyeok-guk. Meskipun identik sebagai santapan ulang tahun, makanan ini dianggap dapat menggagalkan ujian karena teksturnya yang licin. Bahkan jika mencari frasa “Miyeok-guk meokda” (makan miyeok-guk) dalam kamus bahasa Korea, akan muncul arti “gagal dalam ujian”.
Setelah menyelesaikan ujian pun, para keluarga biasanya akan merayakannya dengan makan di restoran atau bahkan pergi berlibur. Hal ini dilakukan untuk mengapresiasi kerja keras anak-anak mereka dalam belajar dan sekaligus healing setelah menghadapi stres akibat tekanan ujian.


