terkinni.id – Korea Utara mengancam akan menggunakan “hak kedaulatannya” sebagai respons terhadap latihan militer tahunan Korea Selatan-AS, Ulchi Freedom Shield (UFS). Para analis melihat langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan pengaruh dalam perundingan mendatang.

Dalam pernyataan di surat kabar negara Rodong Sinmun pada hari Senin (11/8), Menteri Pertahanan Korea Utara No Kwang-chol mengatakan bahwa Pyongyang “dengan tegas” mengecam Amerika Serikat dan Korea Selatan atas tindakan provokatif mereka yang secara jelas menunjukkan sikap konfrontasi militer terhadap Korea Utara (DPRK) dan menantang keamanan di Semenanjung Korea serta wilayah sekitarnya. Ia juga dengan serius memperingatkan akan adanya konsekuensi negatif yang timbul dari tindakan tersebut.
No menyebut latihan militer yang mensimulasikan “situasi perang nuklir yang nyata” itu sebagai “provokasi militer langsung” terhadap Korea Utara dan mengklaim hal itu sebagai ancaman nyata yang dapat memperburuk ketidakpastian situasi di Semenanjung Korea selama masa gencatan senjata dan memperparah ketidakstabilan situasi regional.
Ia menegaskan bahwa pasukan bersenjata Korut akan menghadapi latihan perang Amerika Serikat dan Republik Korea dengan sikap perlawanan yang komprehensif dan tegas, serta secara akan menggunakan hak kedaulatannya untuk membela diri jika terdapat provokasi yang melampaui batas garis.
Latihan gabungan UFS tahun ini akan berlangsung hingga 28 Agustus, setelah sebelumnya harus menunda sekitar 20 dari total 40 sesi yang telah direncanakan. Pelatihan ini akan mencakup latihan komando berbasis komputer dan latihan lapangan (FTX). Berkaitan dengan hal ini, menteri pertahanan Korea Utara memberikan kritiknya dengan menyebut latihan tersebut sebagai “latihan untuk invasi.”

Lim Eul-chul, seorang profesor di Institute for Far Eastern Studies Universitas Kyungnam, mengatakan pula bahwa Korea Utara memanfaatkan latihan gabungan ini untuk memperkuat kesatuan internal, membenarkan pengembangan senjata nuklir dan rudal, serta memperkuat hubungan militer dengan Rusia. Ia juga memprediksi, seperti tahun-tahun sebelumnya, Korea Utara kemungkinan akan menunjukkan kemampuan militernya dengan menguji rudal baru selama periode latihan.
Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan pencapaian yang bisa dibanggakan di dalam dan luar negeri, sekaligus memperingati 80 tahun berdirinya Partai Pekerja pada Oktober dan Kongres Partai ke-9 di akhir tahun mendatang, yang merupakan bagian dari rencana pertahanan lima tahun yang ditetapkan Kim Jong-un pada 2021 silam.
Pada latihan gabungan di paruh pertama 2023 lalu, Korea Utara meluncurkan rudal balistik jarak pendek KN-23, rudal balistik antarbenua Hwasong-17, dan mengklaim telah menguji sistem senjata nuklir bawah air atau Haeil.
Beberapa analis kemudian mencatat adanya kemungkinan respons bersyarat daripada eskalasi penuh, seiring dengan pemerintahan Lee Jae Myung menekankan pengurangan ketegangan antar-Korea.
Lim lalu menambahkan, “Dengan mempertimbangkan upaya damai seperti penundaan sebagian latihan lapangan dan pencabutan pengeras suara di wilayah perbatasan, tindakan provokasi terhadap Korea Utara mungkin jadi terbatas,” namun ia memperingatkan pula bahwa “dengan bergantung pada perkembangan, reaksi militer intensif yang dikoordinasikan dengan Rusia masih memungkinkan untuk terjadi.”