terkinni.id – Setelah berhasil meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Thailand dan Jepang, Bank Indonesia kini siap uji coba QRIS di Korea Selatan melalui pengembangan sandbox. Hal ini dilakukan untuk mendorong inovasi pembayaran digital, meningkatkan konektivitas keuangan, dan memfasilitasi pengujian aman transaksi QRIS antarnegara.
Dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual dari Jakarta pada Rabu (11/10), Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengatakan bahwa inisiatif ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk memanfaatkan teknologi keuangan digital melalui inovasi dan kolaborasi.
Dilansir dari ANTARA News, Perry mengungkapkan, “Kami terus memperkuat inovasi dan memperluas penerimaan digital melalui inisiatif seperti Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia, bersinergi dengan Indonesia Fintech Summit dan Expo 2025 melalui peluncuran QRIS Tap In/Tap Out dan memulai sandbox QRIS Indonesia–Korea Selatan.”
Lebih lanjut, Bank Indonesia juga telah memperkenalkan beberapa program untuk mendukung ekosistem keuangan digital nasional, seperti KATALIS P2DD, program pengembangan kapasitas dan literasi untuk digitalisasi regional; BI–OJK Hackathon 2025, yang mendorong inovasi dalam teknologi keuangan, dan QRIS Jelajah Budaya Indonesia, yang mempromosikan penggunaan pembayaran digital sambil menampilkan budaya Indonesia.
Di Korea Selatan sendiri, sampai saat ini pembayaran nontunai paling umum dilakukan dengan kartu kredit. Seorang pejabat industri keuangan Korsel juga mencatat bahwa tingkat pengguna kartu kredit di Indonesia hanya sekitar 7-8%, sementara pengguna smartphone mencapai hampir 70% populasi negara. Hal ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan pembayaran QR.
Selain itu, berbanding terbalik dengan Korea Selatan, masyarakat Indonesia juga sering kali mengandalkan sistem Paylater (beli sekarang, bayar nanti). Bahkan analisis KOTRA terhadap data yang diterbitkan oleh Kredivo dan Katadata, dua platform Paylater terkemuka di Indonesia, mengungkapkan bahwa proporsi pembayaran yang dilakukan melalui layanan Paylater adalah 43,9% untuk kelompok usia 26-35 tahun dan 26,5% untuk kelompok usia 18-25 tahun. Ini menandakan sekitar 70% pengguna berada di kelompok usia 18-35 tahun.
Merespons hal ini, seorang pejabat bank lokal Korsel mengatakan, “Di Indonesia, sangat sedikit orang yang memiliki kartu kredit, dan mereka tidak dapat melakukan pembayaran menggunakan skema cicilan tanpa bunga seperti di Korea,” seraya menambahkan, “Namun, konsumen selalu ingin memenuhi kebutuhan konsumsi mereka, jadi saya yakin pasar Paylater pasti akan tumbuh.”
Dengan demikian, melalui teknologi keuangan digital QRIS, kemudahan bertransaksi diharapkan dapat berkembang pula di kalangan konsumen Korea Selatan.


