October26 , 2025

Korea Saja Bisa, Apalagi Indonesia! (Bagian 3/3)

Share

Penulis, Prof. Dr. Koh Young Hun

Terkinni.id – Sebagai penutup, saya ingin sedikit mendongeng tentang seekor anak burung garuda yang tertangkap dan dipelihara oleh seorang pemburu. Dari hari ke hari dia hanya bermain di halaman rumah; mengais tanah dan sampah bersama-sama ayam kampung. Lalu pada suatu hari lewatlah seorang ahli unggas. Sang zoologist itu terkejut melihat burung garuda bermain sambil mengais-ais tanah berdebu di halaman dan kolong rumah.

“Ah!” pikir sang ahli unggas itu terheran-heran. “Sungguh mengherankan burung garuda itu,” ujarnya pada pemburu, pemilik burung itu.

“Dia bukan burung garuda lagi. Nenek moyangnya mungkin garuda, tetapi dia kini bukan garuda lagi. Dia tidak lebih dari ayam-ayam sayur!” balas sang pemburu mantap.

“Tidak! Menurutku dia burung garuda, dan memang burung garuda!” bantah si ahli unggas itu.

Burung garuda ditangkap, lalu diapungkan ke atas udara. Garuda mengepak, tetapi tak lama lalu segera turun lagi.

“Betul, kan?” tantang si pemburu dengan penuh kemenangan.

“Dia bukan garuda lagi!”

Kembali si ahli unggas itu menangkap garuda, mencoba mengapungkannya lagi; kembali garuda mengepak, merentang sayap lalu turun kembali. Pun si pemburu, kembali mencemooh dan semakin yakin bahwa garuda telah berubah menjadi ayam.

Secara ilmu, mustahil pikiran hilang dari manusia, dan naluri hilang dari binatang; sifat turunan kekal adanya walau terkadang terjadi pembiasan tingkah laku, yang sementara waktu tampak menonjol sekali.

Dengan penuh penasaran, si ahli unggas memegang burung itu, lalu dengan lembut membelai punggungnya, seraya dengan tegas membisikkan: “Garuda, dalam tubuhmu mengalir darah garuda yang perkasa. Perkasa untuk menaklukkan ruang dan dirgantara. Kepakkanlah sayapmu, terbanglah membumbung tinggi, lihatlah alam raya yang luas yang amat indah. Terbanglah! Membumbunglah!” Burung dilepas, dia mengepak. Semula tampak kaku, kemudian tambah mantap dan gemulai, akhirnya burung garuda melesat membumbung tinggi, karena dia memang garuda.

Nah, barangkali cerita ini ada persamaannya dengan bangsa Indonesia yang memiliki lambang negara Garuda itu. Bukti kejayaan masa lampau telah membuat mata dunia takjub. Borobudur adalah satu bukti karya perkasa, salah satu keajaiban yang ada di dunia. Fellipe Fernandez-Armesto, sejarawan Inggris, dalam bukubya berjudul The Global Opportunity (1995) pernah mengatakan bahwa “kandidat pemenang dalam perebutan hegemoni global pada abad ke-15 adalah Jawa. Pulau Jawa terletak di tengah Samudera Hindia sehingga memiliki keunggulan geopolitik, dapat menyerang secara militer kapan saja dengan tetap menjaga tribute relationship dalam wilayah yang sangat luas.

Jawa juga memiliki teknologi yang sangat maju seperti pembuatan kapal, peta, dan navigasi. Oleh karena itu, dari segi kemungkinan, Jawa lebih diuntungkan dibandingkan Spanyol atau Portugal.” Bukan suatu kebetulan bahwa Sultan kedua Kerajaan Demak, Pati Unus, dua kali melancarkan serangan terhadap pasukan Portugis yang berkubu di Melaka. Jika ia tidak memiliki keyakinan, kemungkinan besar ia tidak jadi memimpin armada dari Jawa dan menempuh risiko hingga ke Malaka.

Kini camkanlah bahwa Anda sekalian mampu, Anda punya kemampuan. Korea saja bisa, apalagi Indonesia!

Prof. Dr. Koh Young Hun

*Profesor Emeritus di Prodi Melayu-Indonesia, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul/   Direktur The Korea-Indonesia Center

Related

Indonesianis dari Korea (Bagian 2/2)

Terkinni.id - Prof Koh masih teringat perkataan dosennya tentang...

Indonesianis dari Korea (Bagian 1/2)

Terkinni.id - Indonesia tidaklah asing bagi Prof. Koh Young...

Korea Saja Bisa, Apalagi Indonesia! (Bagian 2/3)

Penulis, Prof. Dr. Koh Young Hun Terkinni.id - Kita semua tahu...