terkinni.id – Pada 6 November lalu, IPB-SNU Center for Agriculture and Bioscience (ICAB)—yang didirikan bersama oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Seoul National University (SNU) di Indonesia dengan dukungan dari Korea International Cooperation Agency (KOICA)—mengumumkan peluncuran ‘Sustainable Silvo-fishery and Blue Carbon Project’ atau Proyek SBC bersama dengan universitas-universitas besar di Indonesia.
Proyek ini akan melibatkan Seoul National University, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas (UNAND), Universitas Syiah Kuala (USK), dan perusahaan kelapa sawit TSE Group. Upacara peluncuran proyek ini pun diadakan di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Sebelum diluncurkan, masing-masing universitas telah mengumumkan dan mendiskusikan rencana penelitian mereka. IPB berencana mendirikan kawasan percontohan terpadu budidaya-mangrove di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, sementara USU akan melaksanakan penelitian restorasi hutan mangrove berbasis model kehutanan dan perikanan di wilayah Belawan, Sumatera Utara. UNAND selanjutnya mengumumkan rencana pemilihan kawasan prioritas restorasi di wilayah Teluk Mandeh, Sumatera Barat, serta rencana pemantauan blue carbon, sedangkan USK berencana melakukan penelitian untuk mengkuantifikasi cadangan karbon dan aliran karbon di wilayah Kuala Gigieng, Aceh.
Lebih lanjut, TSE Group akan mendukung pendaftaran hasil penelitian ke dalam Sistem Pendaftaran Karbon Nasional (SRN) Indonesia dan berpartisipasi aktif dalam proyek-proyek untuk mengamankan emisi karbon melalui kerja sama industri-akademik, termasuk metodologi perhitungan cadangan karbon dan manajemen indikator pemantauan.
Dalam upacara peluncuran proyek ini, Kang Ho-sang, profesor di Institut Biosains dan Teknologi Hijau SNU juga menerangkan seputar keberadaan mangrove sebagai ekosistem vital yang melindungi masyarakat dari bencana alam seperti topan, tsunami, dan erosi pantai, serta bagaimana mangrove menjadi sumber daya dengan potensi blue carbon yang signifikan. Ia juga menekankan, “Budidaya udang, perkebunan kelapa sawit, produksi arang, dan pengembangan buatan lainnya, serta perubahan iklim, menjadi ancaman besar bagi ekosistem mangrove. Oleh karena itu, restorasi ekosistem dan pengelolaan berkelanjutan dinilai perlu dilakukan.”
Setelah upacara peluncuran, para peserta diajak mengunjungi hutan mangrove Belawan Sicanang untuk meninjau lokasi dan mendiskusikan kelayakan model bisnis blue carbon berbasis kehutanan dan perikanan, serta rencana kerja sama ekosistem hutan dan pesisir antara Korea dan Indonesia.
Melalui proyek SBC ini, Korea dan Indonesia diharapkan dapat berkontribusi dalam penyebaran model pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang berkelanjutan dan berpusat pada masyarakat melalui kerja sama tanggap dalam menghadapi perubahan iklim, restorasi ekosistem, dan persiapan masuk ke pasar blue carbon.


