Korea Selatan menjadi negara kedua di Asia yang bergabung dengan Powering Past Coal Alliance (PPCA), menyatakan komitmen untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi karbon global. Namun, muncul kekhawatiran bahwa langkah ini dapat memicu kenaikan harga listrik ketika batu bara digantikan oleh LNG atau energi terbarukan.
Kementerian Iklim, Energi, dan Lingkungan mengumumkan partisipasi tersebut pada 18 Desember saat menghadiri COP30 di Belém, Brasil. PPCA beranggotakan lebih dari 60 negara dan 180 lembaga, sementara Korea berada di posisi ketujuh dunia dalam kapasitas pembangkit batu bara—berbeda dengan Singapura, negara Asia pertama yang bergabung tanpa memiliki pembangkit batu bara.
Pemerintah berkomitmen tidak membangun pembangkit batu bara baru tanpa fasilitas penurun emisi, serta menutup 40 unit yang ada pada 2040. Sebanyak 21 unit sisanya akan diputuskan masa depannya melalui proses konsultasi publik pada tahun depan.
Keikutsertaan dalam PPCA diperkirakan akan mempengaruhi Rencana Dasar Pasokan dan Permintaan Listrik ke-12, yang kemungkinan memuat peta jalan penghentian batu bara yang lebih agresif. Dalam rencana sebelumnya, pemerintah menargetkan penutupan 28 unit hingga 2036 dan 12 unit tambahan pada 2037–2038, digantikan oleh LNG, hidrogen murni, atau amonia campuran.
Pakar energi menilai pemerintah perlu meninjau secara menyeluruh dampak terhadap masyarakat dan stabilitas pasokan listrik. Mereka menekankan bahwa peta jalan harus realistis agar dapat dijalankan secara efektif.


