terkinni.id – Pada Jumat (31/10), Presiden Lee Jae-myung menyelenggarakan jamuan gala dinner dalam rangka menyambut para pemimpin dan delegasi global dalam pertemuan puncak APEC 2025. Jamuan ini diselenggarakan di Hotel Lahan Select Gyeongju.
Acara ini mempertemukan perwakilan dari seluruh negara anggota APEC, termasuk pemimpin Vietnam, Amerika Serikat, Thailand, Taiwan, Singapura, Rusia, Filipina, Peru, Papua Nugini, Selandia Baru, Meksiko, Malaysia, Jepang, Indonesia, Hong Kong, Tiongkok, Chili, Kanada, Brunei Darussalam, dan Australia. Tamu undangan lainnya termasuk Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional dan delegasi dari Uni Emirat Arab.
Adapun hidangan makan malam multimenu yang disediakan, dikuratori oleh koki selebriti diaspora Korea-Amerika, Edward Lee. Hidangannya dirancang untuk menyoroti kekayaan dan keberagaman bahan-bahan dan tradisi kuliner Korea.
Edward Lee sendiri menjadi terkenal setelah menyandang juara kedua dalam kompetisi memasak populer di Netflix, “Culinary Class Wars”.
Menurut kantor kepresidenan, Lee mengurasi dan mengawasi seluruh menu serta bekerja sama dengan para koki dari Lotte Hotel. Ia secara pribadi mengembangkan hidangan pembuka dan hidangan penutup, menggunakan bahan-bahan yang bersumber dari Gyeongju dan wilayah sekitarnya, Provinsi Gyeongsang Utara.

Hidangan pembuka dibagi menjadi dua bagian. Pertama, aneka wrap sayuran: wrap gandum dengan gardenia dan kaktus, berlapis zucchini, wortel, dan jamur oak; potongan mentimun berisi hiasan telur iris tipis dan jamur oak; serta ubi putih dan asparagus yang dibungkus irisan lobak tipis.
Salah satu kreasi asli Chef Lee juga disediakan, yakni salad kepiting dengan kesemek kering dan saus kacang pinus, menggunakan tiga minyak campuran rumput laut kering, bubuk cabai merah, dan daun perilla—untuk menyampaikan esensi cita rasa Korea. Salad ini diberi sedikit gamtae, sejenis rumput laut lembut serta menonjolkan kesemek, yang digambarkan Lee sebagai salah satu buah yang paling “Korea”.
Lee mengatakan bahwa hidangan ini mencerminkan keinginannya untuk menantang stereotip makanan Korea yang pedas dan tajam, alih-alih menekankan kelembutan dan kehalusannya. Dengan memadukan bahan-bahan dari darat dan laut, ia berusaha melambangkan harmoni antarekonomi Pasifik.
Selanjutnya, hidangan utama menampilkan galbijjim, atau iga pendek rebus, yang dibuat dengan Cheonnyeon (Millennium) Hanwoo, merek daging sapi premium Gyeongju, ditemani abalon dari wilayah Wando dan joraengyi-tteok, pangsit kue beras berbentuk labu. Bumbu berbahan dasar kedelai menonjolkan salah satu dari sekian banyak jang khas Korea, saus yang dibuat menggunakan teknik fermentasi tradisional Korea. Pembuatan jang sendiri telah diakui UNESCO pada tahun lalu sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Korea.
Hidangan dilanjutkan dengan bibimbap gondalbi dan sundubu, atau sup tahu lembut yang terbuat dari kacang kedelai lokal Gyeongju, disajikan dengan tiga lauk: baek kimchi (kimchi putih tanpa bubuk cabai), daun perilla yang diasinkan, dan akar teratai tumis dengan biji perilla. Bibimbap, yang dibumbui sederhana dengan kecap dan minyak wijen, memperkenalkan para tamu pada masakan Korea sebagai hidangan sehat dan seimbang yang dapat dinikmati oleh semua selera.
Sebagai hidangan penutup, Lee mempersembahkan kreasi orisinal lainnya: pie kacang pinus panggang dengan doenjang karamel injeolmi, kue beras kenyal. Hidangan fusion ini dimaksudkan untuk mewujudkan harmoni antarbudaya yang beragam. Hidangan ini disajikan dalam kotak perhiasan yang dihiasi najeon chilgi, kerajinan tangan tradisional Korea yang melibatkan pelapisan kayu dengan mutiara, yang dapat dibawa pulang oleh para tamu sebagai kenang-kenangan. Acara makan malam kemudian ditutup dengan teh krisan yang terbuat dari bunga yang tumbuh di Jiri-san.


                                    