October25 , 2025

Internasionalisasi Bahasa Indonesia: Dari Rasa Ingin Tahu Menuju Rasa Ingin Belajar (I)

Share

Bahasa tidak hanya sekadar alat komunikasi, melainkan juga napas budaya, cermin jiwa kolektif suatu bangsa, dan simbol dari cara berpikir sebuah peradaban. Bahasa Indonesia, dengan sejarah panjangnya sebagai lingua franca di kepulauan Nusantara, kini berdiri di ambang peluang besar: menjadi bahasa dunia. Namun, jalan menuju sana bukanlah jalan yang bisa ditempuh dengan perintah atau kebijakan semata. Ia adalah perjalanan panjang yang memerlukan daya tarik, kebanggaan, dan cinta yang menular kepada dunia.

Bahasa Tidak Dapat Dipaksakan

Tidak ada bahasa yang tumbuh karena paksaan. Bahasa tidak bisa diperluas lewat peraturan, melainkan melalui ketertarikan. Kita tidak dapat memaksa orang asing untuk belajar bahasa Indonesia hanya karena kita menganggapnya penting. Sebaliknya, mereka harus merasakan kebutuhan dan keinginan yang lahir dari diri mereka sendiri. Ketika seseorang belajar bahasa karena dorongan hati, bukan kewajiban, proses itu menjadi perjalanan budaya yang bermakna.

Dalam konteks globalisasi, bahasa sering kali bersaing dengan bahasa lain yang memiliki kekuatan ekonomi dan budaya besar. Namun keunggulan sejati bahasa tidak hanya terletak pada jumlah penuturnya, tetapi pada kemampuannya menyentuh hati manusia lain. Bahasa Indonesia memiliki potensi itu—karena di dalamnya terkandung kesederhanaan, keramahan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Dari ‘Perlu Belajar’ ke ‘Ingin Belajar’

Internasionalisasi bahasa Indonesia tidak bisa dimulai dengan instruksi, tetapi dengan inspirasi. Tugas utama kita adalah membuat orang asing merasa ingin belajar bahasa Indonesia. Motivasi adalah kunci: tanpa motivasi, pembelajaran hanya menjadi hafalan; dengan motivasi, bahasa menjadi jembatan.

Kita perlu menanamkan daya tarik yang membuat bahasa Indonesia dipersepsikan bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai gerbang menuju dunia yang indah—dunia seni, sastra, musik, dan kehangatan masyarakatnya. Setiap kelas BIPA harus menjadi jendela yang memperlihatkan pesona Indonesia yang ramah dan penuh warna. Dalam konteks ini, yang lebih penting bukanlah metodologi pengajaran—yakni bagaimana cara mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik kepada orang asing—melainkan bagaimana menumbuhkan motivasi agar mereka dengan sukarela dan penuh semangat ingin belajar bahasa Indonesia.

Pelajaran dari Keberhasilan Bahasa Korea

Fenomena globalisasi bahasa Korea memberikan contoh yang luar biasa. Dalam dua dekade terakhir, bahasa Korea menjelma menjadi salah satu bahasa yang paling diminati di dunia. Kini ada lebih dari 85 negara yang memiliki King Sejong Institute, dan bahasa Korea diajarkan di 23 negara di tingkat sekolah menengah. Mengapa begitu banyak orang di berbagai belahan dunia ingin belajar bahasa Korea? Jawabannya sederhana: karena mereka jatuh cinta.

Cinta itu muncul bukan karena Korea memaksa dunia untuk belajar, melainkan karena dunia terpesona oleh budaya Korea. K-Pop, K-Drama, film, dan kuliner Korea membuka jendela emosi dan rasa ingin tahu. Orang ingin memahami lirik lagu BTS, menyimak dialog drama tanpa teks, dan berjalan di jalanan Seoul dengan kata-kata sendiri. Bahasa menjadi tiket menuju pengalaman budaya.

Inilah pelajaran penting: bahasa tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu mengikuti gelombang budaya, teknologi, dan daya tarik manusia. Ketika budaya suatu bangsa dicintai, bahasanya pun akan dicari.

Bahasa Indonesia dan Daya Tarik Budaya

Bahasa Indonesia memiliki modal budaya yang luar biasa. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah menyimpan cerita, musik, dan tarian yang bisa memikat dunia. Indonesia adalah mozaik budaya yang hidup. Namun, keindahan ini belum sepenuhnya terkomunikasikan kepada dunia.

Kita perlu menjadikan bahasa Indonesia sebagai pintu masuk untuk memahami kekayaan budaya Nusantara. Ketika seseorang mempelajari bahasa Indonesia, ia tidak hanya belajar tata bahasa, tetapi juga cara berpikir dan merasakan ala Indonesia—tentang gotong royong, sopan santun, dan nilai kekeluargaan.

Karya sastra Indonesia juga merupakan aset yang tak ternilai. Pramoedya Ananta Toer, misalnya, telah diterjemahkan ke lebih dari 50 bahasa. Kisah-kisahnya tentang kemanusiaan dan perjuangan universal membuktikan bahwa Indonesia memiliki suara yang mampu menyentuh hati dunia. Tugas kita adalah memastikan suara itu tidak tenggelam.

Prof. Dr. Koh Young Hun
Prodi Melayu-Indonesia, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea
Direktur, Korea–Indonesia Center (KIC)

Related

Indonesianis dari Korea (Bagian 2/2)

Terkinni.id - Prof Koh masih teringat perkataan dosennya tentang...

Indonesianis dari Korea (Bagian 1/2)

Terkinni.id - Indonesia tidaklah asing bagi Prof. Koh Young...

Korea Saja Bisa, Apalagi Indonesia! (Bagian 3/3)

Penulis, Prof. Dr. Koh Young Hun Terkinni.id - Sebagai penutup, saya...

Korea Saja Bisa, Apalagi Indonesia! (Bagian 2/3)

Penulis, Prof. Dr. Koh Young Hun Terkinni.id - Kita semua tahu...