terkinni.id – Selama tiga dekade terakhir, pola pernikahan dan kelahiran di Korea mengalami perubahan drastis yang menggambarkan tantangan demografi serius.
Menurut data terbaru Badan Statistik Korea, jumlah pernikahan mencapai puncaknya pada 1996 dengan 435 ribu pasangan, lalu terus menurun hingga hanya 192 ribu pada 2022, yang menjadi titik terendah dalam sejarah. Meskipun demikian, tren ini sedikit membaik sejak 2023 dengan kenaikan dua tahun berturut-turut.
Usia menikah pun semakin mundur. Pada 2024, pria menikah pertama kali di usia rata-rata 33,9 tahun dan wanita 31,6 tahun, naik sekitar 5–6 tahun dibandingkan 1995. Fenomena serupa terlihat pada kelahiran: usia rata-rata ibu melahirkan kini 33,7 tahun dan ayah 36,1 tahun.
Sementara itu, jumlah kelahiran turun drastis dari 715 ribu bayi pada 1995 menjadi hanya 238 ribu bayi pada 2024. Tingkat fertilitas total merosot tajam dari 1,63 anak per wanita menjadi 0,75 anak, yang merupakan angka terendah di antara negara OECD.
Menariknya, proporsi anak pertama justru meningkat, namun anak kedua dan ketiga semakin jarang lahir. Bahkan, hanya 52,6% pasangan yang melahirkan anak pertama dalam dua tahun pertama pernikahan, turun jauh dari 83% pada 1995.
Tren ini menunjukkan pergeseran besar dalam struktur keluarga Korea, di mana pasangan menikah lebih lambat, memiliki anak lebih sedikit, dan sering kali berhenti pada anak pertama. Kondisi ini menambah tantangan bagi pemerintah yang sedang mencari terobosan kebijakan untuk mengatasi krisis demografi.


