terkinni.id – Pada Selasa (26/8), Departemen Investigasi Kejahatan Internasional Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul, memutuskan untuk tidak mendakwa para eksekutif dan karyawan Hyundai Engineering & Construction atas tuduhan melanggar undang-undang suap internasional.
Pada bulan November 2015 silam, Hyundai Engineering & Construction berhasil memenangkan kontrak pembangunan PLTU 2 Cirebon senilai nilai 727 juta USD atau setara 11,3 triliun rupiah. Akan tetapi proyek ini mengalami penolakan oleh penduduk setempat yang sering kali berujung pada kekerasan, dengan pengunjuk rasa melemparkan batu, merusak pagar di sekitar lokasi, hingga membakar ban bekas.

Tuduhan kemudian dilayangkan kepada Hyundai Engineering & Construction atas dugaan pemberian uang senilai 550 juta won kepada bupati Cirebon sebagai imbalan untuk menekan penentangan dari kelompok lingkungan hidup dan penduduk setempat selama pembangunan PLTU tersebut.
Dalam proses investigasi, kejaksaan sempat menggerebek dan menyita kantor pusat Hyundai Construction di Gye-dong, Seoul, dan mengamankan 4.000 halaman dokumen investigasi melalui kerja sama pidana dan peradilan dengan Indonesia. Selama investigasi lapangan di Indonesia, mereka juga memeriksa individu-individu yang terlibat dalam kasus ini, termasuk General Manager (GM) Hyundai Construction yang bertanggung jawab atas hubungan pemerintah.

Adapun setelah penyelidikan panjang, jaksa memutuskan untuk tidak mendakwa para eksekutif dan karyawan Hyundai Engineering & Construction. Menurut jaksa, Bupati Sunjaya (2014-2019) justru berulang kali menuntut 1,7 miliar won dari Hyundai Engineering & Construction jika mereka ingin meredam protes. Pejabat Hyundai Engineering & Construction awalnya menolak, tetapi akhirnya bernegosiasi dengan Bupati Sunjaya untuk menjamin keselamatan karyawan mereka dan akhirnya menyerahkan 550 juta won.
Jaksa penuntut kemudian menyimpulkan bahwa pembayaran uang untuk menjamin keselamatan karyawan kepada pejabat yang secara aktif meminta suap dengan imbalan menjaga ketertiban umum tidak memenuhi persyaratan Undang-Undang Pencegahan Suap Internasional.
Menyusul akhir dari kasus ini, jaksa penuntut menyatakan, “Kami akan terus menangani suap dalam transaksi bisnis internasional secara ketat dan melakukan yang terbaik untuk menggunakan kewenangan pidana negara secara bijaksana dalam kegiatan korporasi.”

Mantan Bupati Sunjaya sendiri kemudian didakwa oleh pengadilan dalam negeri pada Februari 2019 dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara serta denda 17 juta won—pada bulai Mei di tahun yang sama—atas tuduhan penyuapan. Pada tahun 2023, dakwaan lainnya juga dilakukan oleh Pengadilan Tipikor Bandung atas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar 66 miliar rupiah. Dalam sidang banding pada Oktober 2023, hukuman penjara sembilan tahun diberikan kepada Sunjaya.


