terkinni.id – Pertandingan bola voli putri Korea Selatan kontra Jepang di Turnamen Undangan Jinju 2025 kembali memantik kontroversi. Laga yang digelar di Gimnasium Jinju, Gyeongnam, pada 16 Agustus itu berakhir dengan kemenangan tipis Korea, namun dirundung kritik akibat sejumlah keputusan wasit yang dinilai janggal dan cenderung menguntungkan tuan rumah.
Momen paling memicu perdebatan terjadi di set kelima, saat bola yang sudah melewati garis tetap dinyatakan “masuk.” Keputusan ini bukan hanya membuat publik Jepang geram, tetapi juga mengejutkan sebagian penggemar Korea sendiri.
Pasca pertandingan, sorotan tajam dialamatkan ke Asosiasi Bola Voli Korea (KVA) yang dinilai gegabah karena menunjuk seluruh perangkat wasit dari Korea untuk laga sensitif melawan Jepang, tanpa bantuan teknologi Video Assistant Referee (VAR). Pusat Etika Olahraga di bawah Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata bahkan telah membuka penyelidikan atas insiden ini.
Reaksi keras pun datang dari Jepang. Media The Digest mengutip pernyataan KVA yang membantah adanya tekanan, meski mengakui beberapa keputusan memang lebih menguntungkan Korea. Media lain, J-Cast, menambahkan kritik dengan menyoroti perbedaan performa: Jepang saat ini berada di peringkat 5 dunia, sementara Korea anjlok ke posisi 39 sejak pensiunnya ikon bola voli Kim Yeon Koung.
Di komunitas online Jepang, kekecewaan berkembang menjadi seruan boikot. Netizen berpendapat pertandingan Korea–Jepang sudah tak relevan, apalagi dengan risiko cedera dan beban mental yang ditimbulkan. Beberapa komentar sinis menyebut, “Olahraga seharusnya berangkat dari semangat global. Jika kesenjangannya sebesar ini, lebih baik tak perlu ada pertandingan.”
Konteks politik juga membuat isu ini semakin panas. Pertandingan tersebut digelar sehari setelah peringatan 80 tahun Hari Kemerdekaan Korea, mempertebal kecurigaan soal bias. Kritik semakin deras karena keputusan-keputusan kontroversial dianggap mencederai semangat sportivitas.Seorang netizen Jepang menegaskan, “Menang lewat kecurangan sama sekali tidak berarti. Olahraga bukan hanya soal hasil, tapi soal belajar, persahabatan, dan kepercayaan diri. Itulah sebabnya wasit seharusnya menjunjung keadilan, agar kemenangan punya makna sejati.”


